Minggu, 05 Juli 2020

PROPOSAL SKRIPSI (KEMAMPUAN PEMERINTAH DESA DALAM PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA)



A. Latar belakang
Desa sebagaimana konstitusi sebelumnya menggunakan norma yang ada dalam Undang-undang (UU) No 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa dan UU No 32 tahun 2004 adalah struktur pemerintahan terendah dibawah kabupaten. Desa menerima tugas perbantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota. Sebagai organisasi pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota maka kedudukan desa sebagai local state government.
Desa tak lebih hanya sekedar menjadi kepanjangan tangan dari pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat. Pemerintah Desa lebih banyak hanya bertugas sebagai pelaksana pembangunan yang telah didesign oleh pemerintah diatasnya. Mengerjakan proyek yang direncanakan meskipun seringkali kurang bermanfaat bagi masyarakat desa. Sekarang ini regulasi tentang Desa telah diatur khusus, terbitnya UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menegaskan desa bukan lagi local state government tapi desa sebagai pemerintahan masyarakat, hybrid antara self governing community dan local self government.
Paradigma atau cara pandang yang dibangun antara Desa Lama dengan Desa Baru juga berbeda. Desa lama mengunakan asas atau prinsip desentralisasi-residualitas, artinya desa hanya menerima delegasi kewenangan dan urusan desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota. Desa hanya menerima sisa tanggung jawab termasuk anggaran dari urusan yang berkaiatan dengan pengaturan desanya. Sementara, desa baru yang diusung oleh UU Desa hadir dengan asas atau prinsip umum rekognisi-subsidiaritas. Rekognisi merupakan pengakuan dan penghormatan terhadap Desa, sesuai dengan semangat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 18 B ayat 2 yang memberikan pengakuan dan penghormatan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.
Makna subsidiaritas menurut Sutoro Eko memiliki tiga makna antara lain; Pertama, subsidiaritas adalah lokalisasi penggunaan kewenangan dan pengambilan keputusan tentang kepentingan masyarakat setempat kepada desa. Kedua, negara bukan menyerahkan kewenangan seperti asas desentralisasi, melainkan menetapkan kewenangan lokal berskala desa menjadi kewenangan desa melalui undang-undang.  Ketiga, pemerintah tidak melakukan campur tangan (intervensi) dari atas terhadap kewenangan lokal desa, melainkan melakukan dukungan dan fasilitasi terhadap desa. Pemerintah mendorong, memberikan kepercayaan dan mendukung prakarsa dan tindakan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.[1]
Dalam  UU  No.  6 tahun 2014  tentang  Desa pada  pasal  1 dijelaskan pengertian desa sebagi berikut:
“Desa  adalah  desa  dan  desa  adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang  memiliki  batas  wilayah  yang  berwenang untuk  mengatur  dan  mengurus  urusan pemerintahan,  kepentingan  masyarakat  setempat berdasarkan  prakarsa  masyarakat,  hak  asal  usul, dan/atau  hak  tradisional  yang  diakui  dan dihormati  dalam  sistem  pemerintahan  Negara Kesatuan Republik Indonesia”.[2]
Sangat jelas, bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan warganya dalam segala aspek, baik dalam pelayanan (public good), pengaturan (public regulation), dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Perananan pemerintah desa memang dirasa sangat dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakatnya, inovasi-inovasi baru serta perhatian pemerintah desa pada sarana prasarana desa juga sangat diperlukan demi terwujudnya pembangunan yang seutuhnya.
Desa  sebagai salah  satu  ujung  tombak  organisasi pemerintah  dalam  mencapai  keberhasilan  dari urusan  pemerintahan  yang  asalnya  dari pemerintah  pusat.  Perihal  ini  disebabkan  desa lebih dekat dengan masyarakat sehingga program dari  pemerintah  lebih  cepat  tersampaikan.  Desa mempunyai  peran  untuk  mengurusi  serta mengatur sesuai dengan amanat UU No 6  Tahun  2014  tentang  Desa  yang  salah  satu pasalnya  dijelaskan  bahwa  desa  memiliki kewenangan  dalam  bidang  penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan,  pembinaan kemasyarakatan  dan  pemberdayaan  desa. 
Untuk menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan desa, aparat desa dihadapkan dengan tugas yang cukup berat, mengingat desa sebagai ensitas yang berhadapan langsung dengan rakyat. Pada saat ini, perananan Pemerintah Desa sangat diperlukan guna menunjang segala bentuk kegiatan pembangunan. Berbagai bentuk perubahan sosial yang terencana dengan nama pembangunan diperkenalkan dan dijalankan melalui Pemerintah Desa. Untuk dapat menjalankan peranannya secara efektif dan efesien, Pemerintah Desa perlu terus dikembangkan sesuai dengan perkembangan kemajuan masyarakat desa dan lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain, perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat desa karena adanya gerakan pembangunan desa perlu diimbangi pula dengan pengembangan kapasitas pemerintahan desanya. Sehingga, desa dan masyarakatnya tidak hanya sebatas sebagai objek pembangunan, tetapi dapat memposisikan diri sebagai salah satu pelaku pembangunan.
 Berkaitan dengan hal tersebut, pengembangan wawasan dan pengetahuan bagi para penyelenggara pemerintahan desa merupakan kegiatan yang semestinya menjadi prioritas utama. Sehingga pengembangan wawasan, pengetahuan, sikap dan keterampilan para penyelenggara pemerintahan senantiasa teraktualisasi seiring  dengan bergulirnya  perubahan yang senantiasa terjadi. Meningkatnya kualitas kapasitas Pemerintahan Desa melalui pengembangan kapasitas Pemerintahan Desa akan memberikan peluang yang besar bagi terlaksananya segala bentuk kegiatan pembangunan desa secara efektif dan efesien.
Sebagai  konsekuensi  logis  adanya  kewenangan  dan  tuntutan  dari pelaksanaan  otonomi  desa  adalah  tersedianya  dana  yang  cukup.  Sadu Wasistiono menyatakan  bahwa  pembiayaan  atau  keuangan merupakan  faktor  essensial  dalam  mendukung  penyelenggaraan  otonomi desa, sebagaimana  juga  pada  penyelenggaraan  otonomi  daerah. Sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa “autonomy“  indentik dengan “auto money“, maka untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri desa membutuhkan  dana  atau  biaya  yang  memadai  sebagai  dukungan pelaksanaan kewenangan yang dimilikinya.[3]
Dalam rangka mendukung pelaksanaan kewenangan tersebut, dalam UU No 6 tahun 2014 desa diberikan sumber-sumber pendapatan yang berasal dari tujuh sumber, yaitu:
a.    Pendapatan asli desa, terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa;
b.    Alokasi APBN (Dana Desa);
c.    Bagian dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Kabupaten/kota, minimal sebesar 10% dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;
d.    Alokasi Dana Desa, yaitu bagian dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota diluar DAK (DAU dan DBH) sebesar 10%;
e.    Bantuan keuangan dari APBD provinsi/kabupaten/kota;
f.     Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan
g.    Lain-lain pendapatan desa yang sah.[4]
Ketentuan pasal tersebut mengamanatkan kepada Pemerintah Kabupaten untuk mengalokasikan dana perimbangan yang diterima Kabupaten kepada Desa-desa yaitu dalam bentuk Aokasi Dana Desa (ADD) dengan memperhatikan prinsip keadilan dan menjamin adanya pemerataan. ADD adalah alokasi dana ke desa dengan perhitungan dari Dana Perimbangan yang diterima oleh Kabupaten sebesar 10% setelah dikurangi dengan Dana Alokasi Khusus (DAK).[5] Dasar hukum pengalokasian Dana Perimbangan ke Desa sesuai dengan amanat dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 72 ayat (4), jika hal tersebut tidak dilaksanakan maka sanksi tegas dinyatakan dalam Pasal 72 ayat (6),dimana Pemerintah dapat melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar alokasi Dana Perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2014 yang telah direvisi menjadi PP No 47 tahun 2015 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 96 ayat (3) pengalokasian ADD disalurkan dengan pertimbangan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis.
Dalam kaitannya dengan pemberian alokasi dana desa di Kabupaten Enrekang, Pemerintah Kabupaten telah memberikan petunjuk teknis mengenai proses penyaluran dan jumlah pagu anggaran setiap desa melalui Peraturan Bupati Nomor 296 Tahun 2015 perihal tata cara pembagian dan penetapan besaran dana desa kabupaten Enrekang.  Dalam peraturan tersebut pembagian Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM) dan Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP) telah diformulasikan dengan jelas yaitu ADDM sebesar 90 %  dan ADDP sebesar 10 %  dengan bobot jumlah penduduk 25 %, angka kemiskinan 35%, luas wilayah 10 % dan indeks kesulitan geografis sebesar 30%.[6] Pembagian dana tersebut mengacu pada peraturan mentri keuangan (PMK) No 93 tahun 2015 tentang tata cara pengalokasian, penggunaan, pemantauan dan evaluasi dana desa.
Tujuan pemberian Bantuan Langsung Alokasi Dana Desa antara lain meliputi:
a.    Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan pelayanan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai dengan kewenangannya.
b.    Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara partisipatif sesuai dengan potensi yang dimiliki.
c.    Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat desa serta dalam rangka pengembangan kegiatan sosial ekonomi masyarakat.
d.    Mendorong peningkatan partisipasi swadaya gotong royong masyarakat.
Didalam pengelolaan ADD di Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang masih terdapat bebrapa permasalahan. Pengelolaan yang dimaksud yaitu  keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa dalam hal ini adalah ADD. Permasalahan yang ditemukan yaitu pada kemampuan pemerintah desa dalam memberdayakan masyarkat pada penggunaan bantuan ADD. Pada proses musyawarah penggunaan ADD, pemerintah desa tidak mengikutseratakan masyarakat secara langsung sehingga penggunaan ADD tidak didasarkan pada aspirasi masyarakat.  Hal tersebut menunjukan kurangnya komunikasi Pemrintah Desa dengan masayarkat setempat. Pada tahap pembahasan rencana penggunaan ADD yang dihadirkan hanya orang-orang tertentu saja sementara hasil dari pembahasan rencana penggunaan ADD tidak diinformasikan kepada masyarakat secara umum sehingga masayrakat bahkan tidak tahu bahwa desa mendapatkan bantuan dana yang besar dari pemerintah pusat yang demikian berimplikasi pada partisipasi masyarakat yang cenderung apatis pada kegiatan yang dilakukan oleh pengelola ADD.
Permasalahan yang lain dijumpai pada kemampuan pemerintah desa dalam perencanaan penggunaan ADD pada tahap pembuatan rencana kerja, pembuatan laporan penggunaan ADD sehingga dapat membuat keterlambatan pencairan dana untuk tahap selanjutnya.
Dengan memperhatikan kondisi lapangan serta dukungan informasi yang penulis dapatkan dari masyarakat kecamatan Buntu Batu kabupaten Enrekang, maka untuk menyingkapi kenyataan tersebut penulis tertarik mengangkat permasalahan ini ke dalam penelitian ilmiah. Adapun judul yang diangkat yaitu:
 “Kemampuan Pemerintah Desa dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang”

B.   Rumusan masalah
Berdasarkan penjelasan di atas, maka pokok yang akan ditelaah dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian adalah :
1.    Bagaimana proses penetapan jumlah besaran Alokasi dana Desa di Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang?
2.    Bagaimana
3.    Bagaimana pengelolaan alokasi dana desa (ADD) di kecamatan Buntu Batu kabupaten Enrekang?
4.    Faktor apa yang mempengaruhi pengelolaan alokasi dana desa di kecamatan Buntu batu kabupaten Enrekang?


C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana yang telah dikemukakan penulis, maka dalam hal ini yang menjadi tujuan dilaksanakannya penelitian adalah untuk memberikan gambaran mengenai kemampuan pemerintah dalam pengelolaan ADD di kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaannya.
2.    Maanfaat penelitian
Bertitik tolak dari latar belakang masalah, masalah pokok, dan tujuan penelitian, adapun yang menjadi manfaat dilakukannya penelitian ini terdiri atas dua manfaat yaitu manfaat terhadap kepentingan akademik dan manfaat terhadap kepentingan dunia praktis. Adapun manfaat tersebut adalah :
a.  Manfaat Akademik
Hasil  penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi  dan  acuan  pembelajaran  bagi  pihak-pihak  yang  membutuhkan  dalam penelitian ilmu pemerintahan atau pihak lainnya maupun  pengembangan konsep ilmu pemerintahan khususnya yang berkaitan dengan kemampuan pemerintah desa dalam pengelolaan alokasi dana desa.

b.  Manfaat Dunia Praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan input bagi Pemerintah Desa diseluruh Desa di Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang atau pihak lain yang sedang dalam proses pembanguan desa.
D.   Tinjauan Pustaka
1.    Landasan Teori
Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau memecahkan permasalahan perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu.Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah tersebut disoroti. Selanjutnya teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep.
Berdasarkan rumusan diatas, maka penulis akan mengemukakan teori, pendapat, gagasan yang akan dijadikan titik tolak landasan berfikir dalam penelitian ini.
a.    Konsep Desa
            Secara  etimologi  kata  desa  berasal  dari  bahasa  Sansekerta,  deca  yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah  kelahiran. Dari perspektif  geografis, desa atau  village  diartikan sebagai “a groups of hauses or shops in a country area,  smaller  than  a  town”.  Desa  adalah  kesatuan  masyarakat  hukum  yang memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat yang diakui dalam pemerintahan nasional dan  berada di daerah kabupaten.
            Desa dalam pengertian umum adalah sebagai suatu gejala yang bersifat universal, terdapat dimana pun di dunia ini, sebagai suatu komunitas kecil, yang terikat pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat tinggal (secara menetap) maupun bagi pemenuhan kebutuhannya, dan yang terutama yang tergantung pada sektor pertanian.
Pengertian Desa secara umum lebih sering dikaitkan dengan pertanian. Egon E. Bergel (1955: 121),  mendefinisikan  desa  sebagai  “setiap  pemukiman  para  petani  (peasants)”.  Sebenarnya,  faktor  pertanian bukanlah ciri yang harus melekat pada setiap desa. Ciri utama yang terlekat pada setiap desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal (menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil. [7]
Sementara itu Koentjaraningrat (1977) memberikan pengertian tentang desa melalui pemilahan pengertian komunitas  dalam  dua  jenis,  yaitu  komunitas  besar  (seperti:  kota,  negara  bagian,  negara)  dan  komunitas  kecil (seperti:  band, desa, rukun tetangga dan sebagainya). Dalam hal ini Koentjaraningrat mendefinisikan desa sebagai “komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat”.[8] Koentjaraningra tidak memberikan penegasan bahwa  komunitas  desa  secara  khusus  tergantung  pada  sektor  pertanian.  Dengan  kata  lain  artinya  bahwa masyarakat desa sebagai sebuah komunitas kecil itu dapat saja memiliki ciri-ciri aktivitas ekonomi yang beragam, tidak di sektor pertanian saja.
Selanjutnya,  menurut  Paul  H.  Landis, seorang  sarjana  sosiologi  perdesaan  dari  Amerika Serikat,  mengemukakan  definisi  tentang  desa  dengan  cara  membuat  tiga  pemilahan  berdasarkan  pada  tujuan analisis. Untuk tujuan  analisis statistik,  desa didefinisikan  sebagai suatu lingkungan yang penduduknya kurang dari 2500 orang. Untuk tujuan  analisa sosial-psikologi,  desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya memiliki  hubungan  yang  akrab  dan serba informal diantara  sesama  warganya.  Sedangkan  untuk  tujuan  analisa ekonomi, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya tergantung kepada pertanian[9]
Desa  menurut  H.A.W.  Widjaja  dalam  bukunya  yang  berjudul  “Otonomi Desa” menyatakan bahwa:
“Desa  adalah  sebagai  kesatuan  masyarakat  hukum  yang  mempunyai susunan  asli  berdasarkan  hak  asal-usul  yang  bersifat  istimewa.  Landasan pemikiran  dalam  mengenai  Pemerintahan  Desa  adalah  keanekaragaman, partisipasi,  otonomi  asli,  demokratisasi  dan  pemberdayaan  masyarakat.”[10]

Desa  menurut  UU  nomor  6  tahun  2014  tentang  Desa mengartikan Desa sebagai berikut :
“Desa  adalah  desa  dan  desa  adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang  memiliki  batas  wilayah  yang  berwenang untuk  mengatur  dan  mengurus  urusan pemerintahan,  kepentingan  masyarakat  setempat berdasarkan  prakarsa  masyarakat,  hak  asal  usul, dan/atau  hak  tradisional  yang  diakui  dan dihormati  dalam  sistem  pemerintahan  Negara Kesatuan Republik Indonesia.”[11]

Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa  dapat berupa penggabungan beberapa  desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Pembentukan desa tidak semata-mata sesuai dengan keinginan peranangkat desa yang berwenang mengatur keseluruhan kegiatan di desa, seperti halnya dengan pembentukan atau pendirian organisasi baru, pembentukan desa pun harus memenuhi aturan-aturan yang ada, berikut landasan hukum pembentukan desa adalah UU No 6 tahun 2014 tentang Desa dan diatur lebih lanjut dalam PP No 43 tahun 2014 yang telah direvisi menjadi PP No 47 tahun 2015 tentang peraturan pelaksanaan UU No 6 tahun 2014.
Dalam UU No 6 Tahun 2014 pembetukan desa harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.    Batas  usia  Desa  induk  paling  sedikit  5  (lima)  tahun terhitung sejak pembentukan;
b.    Jumlah penduduk sebagaimana diatur pada pasal 8 ayat (3) b;
c.    Wilayah  kerja  yang  memiliki  akses  transportasi antarwilayah;
d.    Sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat Desa;
e.    Memiliki  potensi  yang  meliputi  sumber  daya  alam, sumber  daya  manusia,  dan  sumber  daya  ekonomi pendukung;
f.     Batas  wilayah  Desa  yang  dinyatakan  dalam  bentuk peta  Desa  yang  telah  ditetapkan  dalam  peraturan Bupati/Walikota;
g.    Sarana  dan  prasarana  bagi  Pemerintahan  Desa dan pelayanan publik; dantersedianya  dana  operasional,  penghasilan  tetap,dan  tunjangan  lainnya  bagi  perangkat  Pemerintah Desa  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan perundang-undangan.[12]

Selain landasan hukum yang menjadi latar belakang pembentukan suatu desa, ada hal lain yang harus dilengkapi juga yaitu unsur-unsur desa. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan unsur-unsur desa adalah komponen-komponen pembentuk desa sebagai satuan ketatanegaraan. Komponen- komponen tersebut adalah :
a.    Wilayah desa, merupakan wilayah yang menjadi bagian dari wilayah kecamatan
b.    Penduduk atau masyarakat desa, yaitu mereka yang bertempat tinggal di desa selama beberapa waktu secara berturut-turut.
c.    Pemerintahan, adalah suatu system tentang pemerintah sendiri dalam arti dipilih sendiri oleh penduduk desa yang nantinya akan bertanggung jawab kepada rakyat desa.
d.    Otonomi, adalah sebagai pengatur dan pengurus rumah tangga sendiri.
Landasan dan unsur-unsur pemerintah desa merupakan salah satu beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahannya, keseluruhan yang tersebut di atas merupakan aturan atau dasar ideal pelaksanaan pemerintahan desa. Otonomi daerah yang diterapkan membantu pemerintah desa dalam melakukan improvisasi kinerja dan program-program yang telah di tentukan bisa dijalankan dengan maksimal. Otonomi tersebut memberi peranan seutuhnya pada pemerintah desa dalam mengatur rumah tangga sendiri dengan tetap berpegang teguh pada kearifan local yang dimiliki masyarakat tersebut, karena masyarakat adalah unsur yang paling mendasar terciptanya desa yang merupakan pemerintahan yang paling terkecil.
Desa memiliki wewenang sesuai dengan yang tertuang dalam UU No 6 tahun 2014 tentang desa:
a.    kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b.    kewenangan lokal berskala Desa;
c.    kewenangan  yang  ditugaskan  oleh  Pemerintah, Pemerintah  Daerah  Provinsi,  atau  Pemerintah  Daerah Kabupaten/Kota; dan
d.    kewenangan  lain  yang  ditugaskan  oleh  Pemerintah, Pemerintah  Daerah  Provinsi,  atau  Pemerintah  Daerah Kabupaten/Kota  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan perundang-undangan.[13]

b.    Pemerintahan Desa
Sebelum membahas lebih lanjut tentang pemerintah desa, lebih baiknya kita mengetahui pengertian pemerintah atau pemerintahan itu sendiri. Pemerintahan adalah proses, cara, perbuatan memerintah yang berdasarkan demokrasi, gubernur memegang tampuk didaerah tingkat I, segala urusan yang dilakukan oleh Negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan Negara.[14]
Pemerintah  Desa  merupakan  bagian  dari  pemerintah  nasional,  yang penyelenggaraanya ditujukan kepada desa.  Penerintahan desa adalah suatu proses dimana usaha-usaha masyarakat desa yang bersangkutan dipadukan dengan usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
 Pemerintah desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang  Pemerintahan Daerah dimakani sebagai  kesatuan masyarakat  hukum yang  memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di kabupaten/kota, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Landasan  pemikiran dalam pengaturan mengenai pemerintah desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat.[15]
Dalam konteks UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pemerintah desa adalah kepala desa yang dibantu oleh perangkat desa lainnya dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menjalankan tugasnya. Pada pasal 26 ayat (2) menyatakan, bahwa Dalam melaksanakan tugas Kepala Desa berwenang:
a.    memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b.    mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa;
c.     memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa;
d.    menetapkan Peraturan Desa;
e.    menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
f.     membina kehidupan masyarakat Desa;
g.    membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
h.    membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa;
i.      mengembangkan sumber pendapatan Desa;
j.      mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;
k.     mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;
l.      memanfaatkan teknologi tepat guna;
m.  mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif;
n.    mewakili Desa didalam dan diluar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
o.    melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[16]

 Berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh kepala desa, maka secara hukum memiliki tanggung jawab yang besar, oleh karena itu untuk efektif harus ada pendelegasian kewenangan kepada para pembantunya atau memberikan mandat. Oleh karena itu dalam melaksanakan kewenangan Kepala Desa diberikan sebagaimana ditegaskan pada pasal 26 ayat (3) UU No 6 Tahun 2014, yaitu : Dalam melaksanakan tugas Kepala Desa berhak:
a.    mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa;
b.    mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa;
c.    menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan;
d.     mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan
e.    memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa.[17]

 Patut disadari, bahwa disamping kewenangan dan hak yang dimiliki Kepala Desa memiliki kewajiban yang ditegaskan dalam UU No 6 Tahun 2014 pada pasal 26 ayat (4) Dalam melaksanakan tugas Kepala Desa berkewajiban:
a.    memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
b.    meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;
c.    memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
d.    menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan;
e.     melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;
f.     melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme;
g.    menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa;
h.    menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik;
i.      mengelola Keuangan dan Aset Desa;
j.      melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa;
k.     menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa;
l.       mengembangkan perekonomian masyarakat Desa;
m.  membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa;
n.    memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa;
o.    mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan
p.    memberikan informasi kepada masyarakat Desa.[18]

c.    Alokasi Dana Desa
Melalui UU No.6 tahun 2014 tentang Desa, setiap desa diberikan keleluasaan untuk mengatur kewenangannya sendiri, baik kewenangan berdasarkan hak asal usul, kewenangan lokal berskala desa, dan kewenangan yang ditugaskan pemerintah pusat/ provinsi/ kab./kota sesuai ketentuan perundang-undangan.
Dalam UU No. 6 Tahun 2014 Alokasi Dana Desa yang dikenal dengan ADD adalah alokasi dana ke desa dengan perhitungan dari Dana Perimbangan yang diterima oleh Kabupaten sebesar 10% setelah dikurangi dengan Dana Alokasi Khusus (DAK). ADD  dibagi  kepada setiap Desa dengan mempertimbangkan: (1) kebutuhan  penghasilan  tetap  kepala  Desa  dan perangkat Desa, (2) jumlah  penduduk  Desa,  angka  kemiskinan  Desa,  luas wilayah Desa, dan tingkat kesulitan geografis Desa.[19]
ADD adalah dana yang cukup signifikan bagi Desa untuk menunjang program-program  Desa.  Pengelolaan  keuangan  baik  dari  anggaran  sampai realisasi  harus melibatkan  tokoh-tokoh  masyarakat  dan  aparat  Pemerintah  Daerah.  Kendala-kendala  yang dihadapi  oleh  Pemerintah  Daerah  baik  Pemerintah  desa  dan  Pemerintah  Kecamatan  adalah kurangnya pengendalian terhadap pengelolaan Dana yang berasal dari ADD, Hal ini  disebabkan  karena  minimnya  sumber  daya  yang  ada  dan  kontrol  dari  Pemerintah  dan Masyarakat. Untuk itu  perlu diketahui sejauh mana efektifitas pengelolaan ADD dan  sejauh  mana  peran  dari  ADD  dalam  program  Desa  sehingga tujuan  Pemerintah  mengalokasikan  Dana  Pemerintah  Pusat  dan  Daerah  bisa  membantu program Desa dan tujuan Pemerintah terwujud.
Tujuan pemberian Bantuan Langsung Alokasi Dana Desa antara lain meliputi:
a.    Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan pelayanan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai dengan kewenangannya.
b.    Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara partisipatif sesuai dengan potensi yang dimiliki.
c.    Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat desa serta dalam rangka pengembangan kegiatan sosial ekonomi masyarakat.

2.    Kerangka konsep
Bagan I
Kerangka Konsep Penelitian
 










                                               



E.    METODE PENELITIAN
1.    Lokasi Penelitian
Adapun Lokasi yang ditentukan penulis untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian terhadap kemampuan pemerintah desa dalam pengelolaan alokasi dana desa yaitu di Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang yang meliputi delapan desa yaitu Desa Pasui, Desa Langda, Desa Ledan, Desa Lunjen, Desa Buntu Mondong, Desa Latimojong, Desa Potokkullin, Desa Eran Batu.
2.    Pendekatan Penelitian
Agar pendekatan ini lebih terarah sesuai dengan tujuan yang diinginkan, pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualtitatif yaitu metode penelitian yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah dari pada melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi. Metode penelitian ini menggunakan teknik analisis mendalam yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus karena metodologi kulitatif yakin bahwa sifat suatu masalah satu akan berbeda dengan sifat dari masalah lainnya.


3.    Tipe  Penelitian
Tipe  penelitian  yang  digunakan  adalah  tipe  deskriptif  kualitatif  yang bertujuan  untuk  memberikan  gambaran  secara  mendalam  terkait  dengan masalah yang diteliti.
4.    Metode Pengumpulan Data
Teknik penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data adalah :
a.  Wawancara
yaitu  dengan  melakukan  tanya  jawab  secara  langsung  secara lisan dan tulisan kepada  Informan  yang dianggap memahami permasalahan yang diteliti. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah:       
a)    Pemerintah desa (kepala desa) didelapan desa di kecamatan Buntu Batu kabupaten Enrekang.
b)    Perangkat desa yang diberikan kekuasan oleh kepala desa dalam pengelolaan keuangan desa didelapan desa di kecamatan Buntu Batu kabupaten Enrekang.
c)    Warga setempat  yang dianggap memahami permasalahan yang diteliti oleh penulis.

b.  Penelitian lapangan (field research)
Penelitian dilakukan dengan meneliti secara langsung ke instansi untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian.
c.  Penelitian kepustakaan (library research)
Penelitian ini dilakukan mengumpulkan data serta mempelajari litearatur-literatur yang ada berupa karya ilmiah, buku-buku, atau kepustakaan lain yang berhubungan erat dengan masalah yang berkaitan dengan penelitian ini.
5.    Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Kualtitatif.  Sedangkan sumber data yang digunakan yaitu:
a.  Data primer
Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan,gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya, dalam hal ini adalah subjek penelitian (informan) yang berkenaan dengan variabel yang diteliti.
b.  Data skunder
 Data sekunder yang penulis maksudkan disini adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen grafis (tabel, catatan, notulen rapat, dll), foto-foto, film, rekaman video, benda-benda, dan lain-lain yang dapat memperkaya data primer.
6.     Defenisi Operasional
Konsep adalah “abtraksi yang dibentuk menggeneralisasikan hal-hal yang berisfat khusus. Kerangka konsep merupakan defenisi untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial ataupun alami.”
Untuk itu ada beberapa konsep yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu:
a.    Alokasi  Dana  Desa  yang  kemudian disebut  ADD  adalah  dana responsivitas Negara  untuk  membiayai kewenangan desa dan memperkuat kemandirian desa. Kewenangan desa mencakup  :  (a)  kewenangan  asal  usul  (mengelola  sumberdaya  alam, peradilan  adat,  membentuk  susunan  asli,  melestarikan  pranata  lokal) yang diakui (rekognisi) oleh Negara; (b) kewenangan atributif organisasi lokal  (perencanaan,  tata  ruang,  ekologi,  pemukiman,  membentuk organisasi  lokal  dan  lain-lain)  yang  ditetapkan  oleh  pemerintah  melalui undang-undang; (c) kewenangan delegatif-administratif yang timbul dari delegasi atau tugas pembantuan dari pemerintah.
b.    Pemerintah desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang  Pemerintahan Daerah dimakani sebagai  kesatuan masyarakat  hukum yang  memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di kabupaten/kota, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Landasan  pemikiran dalam pengaturan mengenai pemerintah desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan dalam UU No 6 Tahun 2014 tentang desa, Pemerintah  Desa  adalah  Kepala  Desa  atau  yang disebut  dengan  nama  lain  dibantu  perangkat  Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
c.    Kemampuan Pemerintah desa yang dimaksudkan yaitu kemampuan dalam pengelolaan Alokasi dana Desa (ADD) yang meliputi perencanaan , pelaksanaan, penatausahaan dan  pertanggung jawaban keuangan desa.
1.    Perencanaan dalam penelitian ini meliputi seluruh kegiatan yang dilakukan dalam tahapan perencanaan seperti pembuatan rencana kegitan.
2.    Pelaksanaan yang dimaksud yaitu kegiatan pada tahap pemanfaatan ADD.
3.    Penatausahan yang dimaksud yaitu
4.    Pertanggungjawaban dalam penelitian ini adalah tahap akhir dari penggunaan ADD untuk melihat bagaimana hasil daripada proses pengelolaan ADD.

7.    Teknik Analisis Data
Dalam proses analisis data penulis berpedoman pada teori teknik analisis data kualitatif yang disebutkan oleh miles dkk (1992) yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Proses  analisis  data  dimulai  dengan  menelaah  seluruh  data  yang  ada dari berbagai sumber melalui proses observasi secara langsung dan wawancara secara  mendalam  serta  sudah  dituliskan  dalam  catatan  lapangan,  dokumen, dan sebagainya. Data  yang  telah  dipelajari  dan  ditelaah,  selanjutnya  direduksi  dengan membuat  abstraksi.  Selanjutnya  data  dikategorisasikan  berdasarkan  beberapa tema sesuai dengan fokus penelitian



[1] Mochammad Zaini Mustakin, kepemimpinan Desa, hal. 10
[2] UU No 6 tahun 2014 tentang Desa, Pasal 1.
[3] Sadu Wisanto,penyelenggaraan Otonomi Desa, 2006, hal.107
[4] UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 72 (1)
[5] UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 72 (4)
[6] Perbub Kabupaten Enrekang No 296 tahun 2015 tentang pembagian dan penetapan besaran dana desa Kabupaten Enrekang
[7] Egon E. Bergel, Sosiologi Pedesaan, hal. 121
[8]  Koentjaraningrat, Masyarakat Desa di Indonesia, hal.162
[9] Paul  H.  Landis, Pengantar Sosiologi Desa dan pertanian,hal.12-13
[10] HAW Widjaja,Otonomi Desa, raja grafindo 2012, hal.3
[11] UU No 6 tahun 2014 tentang Desa pasal 1
[12] UU NO 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 8
[13] UU NO 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 18
[14] Inu Kencana Syafi’I, Etika Pemerintahan, (Jakarta : Rineka Cipta,1994), hal. 97
[15] UU No 32 Tahun 2004 Tenatng pemerintahan Daerah
[16] UU No 6 tahun 2014 tentang Desa Pasal 26 (2)
[17] UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 26 (3)
[18] UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 26 (4)
[19] UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 72

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PETUAH

"Tidak lama kok. Yah, mungkin hanya beberapa hari saja setelah itu kamu bisa kembali melakukan lagi hal hal yang menjadi bagian dari hi...